Cegah Korupsi Hak Rakyat Kembali : Pengalaman Mencegah Korupsi


Data kasus kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) sungguh sangat memprihatinkan. Dilansir dari detik.com dengan judul "KPK Tangani 178 Kasus Korupsi di 2018, Terbanyak Libatkan Legislatif", KPK sudah berhasil menangani 178 kasus korupsi selama tahun 2018. Menariknya, kejahatan korupsi bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki akses langsung dengan fisik uang, seperti oknum anggota DPR/D dan kepala daerah.


Ekspektasi masyarakat umum dan masyarakat awam seperti Saya, tindakan kejahatan "maling" uang identik dengan memasukkan uang hasil perampokan kedalam karung, tas, dan lain sebagainya. Namun ternyata, ada oknum yang jago "maling", tanpa harus mengambil fisik uang dengan cara "konvensional", yaitu dengan cara kejahatan tindak pidana pencucian uang (TPPU), penggelapan (fraud) dan suap.

Lalu timbul pertanyaan dari Saya, dan tentu saja sebagian besar masyarakat Indonesia yang awam dengan fraud, yaitu :
  1. Bagaimana mungkin orang yang tidak bersinggungan langsung dengan fisik uang bisa melakukan kejahatan korupsi sampai miliaran?
  2. Apa penyebab oknum-oknum pejabat eksekutif, legislatif dan yudikatif di negara ini berani mengkhianati sumpah dan janji prasetya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)?

Jawaban dari kedua pertanyaan masyarakat diatas adalah :
  1. Masih ada celah dalam sistem yang terbukti bisa digunakan untuk melakukan kejahatan korupsi.
  2. Keserakahan, ketamakan dan nafsu duniawi.

Apakah ada sebab lain terjadinya tindak kejahatan korupsi oleh para koruptor? Seperti misalnya alasan terdesak himpitan ekonomi yang sering menjadi argumen oknum masyarakat kecil ketika terpaksa melakukan perbuatan melanggar hukum? Seumur hidup Saya, Saya belum pernah mendengar koruptor mengemukakan alasan kepepet terdesak kebutuhan ekonomi.

Sebagian besar alasan koruptor berani berkhianat terhadap sumpah dan janji prasetya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah karena gila kekuasaan, gila jabatan, gila harta, gila wanita, dan untuk melunasi hutang-piutang bekas gaya hidup. Artinya, para koruptor tidak memiliki alasan terdesak himpitan ekonomi seperti yang dialami oleh para pelaku pelanggar hukum di kalangan masyarakat kecil, karena mereka (para koruptor) hidup berkecukupan dan bergelimang harta.

Mengapa tindak kejahatan korupsi masuk kedalam kategori kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)?

Karena kerugian negara, akibat tindak pidana kejahatan korupsi mencapai miliaran, bahkan ada yang sampai triliunan rupiah. Jumlah uang yang tidak sedikit. Dan uang itu adalah hak rakyat. Apa hak rakyat yang "dirampok" koruptor? Anggaran. Iya, uang miliaran rupiah yang dikorupsi oleh oknum-oknum pejabat pengkhianat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah uang APBN/APBD untuk anggaran pendidikan, kesehatan, kebudayaan, teknologi, infrastrukur, dll. Jika uang yang dikorupsi itu sampai kepada rakyat, rakyat akan mendapatkan hak-haknya berupa sarana prasarana pendidikan, kesehatan dan infrastruktur yang representatif.

Bagaimana upaya pencegahan korupsi yang tepat?

Berkaca dari fakta memprihatinkan tersebut, Saya ingin membagikan pengalaman bertahun-tahun menahan diri dari godaan korupsi di tempat kerja. Pengalaman yang murni Saya alami, bukan wacana atau katanya, melainkan the real true story berdasarkan pengalaman empiris (apa yang Saya rasakan, lihat dan dengar).

Saya pun sepintas merasakan godaan untuk melakukan korupsi. Godaan untuk melakukan korupsi sangat kuat, karena pekerjaan Saya setiap hari adalah bersinggungan langsung dengan fisik uang yang jumlahnya miliaran. Bagaimana cara Saya mencegah korupsi? Berikut adalah pengalaman menahan diri dari godaan korupsi dari Saya, semoga bisa menginspirasi untuk siapapun yang bercita-cita menjadi abdi negara, agar setelah terpilih dan berkuasa, bisa mencegah korupsi agar hak rakyat kembali.

Saya, bekerja dibagian cashier, yang bersinggungan langsung dengan uang fisik miliaran rupiah setiap hari. Secara umum, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pekerjaan Saya adalah menerima dan menghitung uang setoran dengan teliti dan jujur. Saya juga bertugas menginput data uang masuk yang telah Saya hitung. Jadi, Saya memiliki otoritas dan kontrol penuh terhadap penerimaan, penghitungan, penginputan data, dan penyetoran kembali fisik uang ke Bank. Saya bekerja di cashier sejak Mei 2013. Sebelum Saya bekerja, Saya berprofesi sebagai pedagang asongan. Pendidikan terakhir Saya adalah lulusan SMA. Dan Saya adalah anak satu-satunya, besar dari keluarga tidak mampu, dibiayai oleh seorang ibu yang tangguh, meskipun berstatus single parent.

Cara mencegah korupsi yang efektif, berdasarkan pengalaman Saya, adalah :

Mulai dari diri sendiri

Sejak Saya diterima kerja, Saya sangat bersyukur, dan Saya bertekad menjaga nama baik pribadi, keluarga dan perusahaan. Bagi Saya, nama baik pribadi dan keluarga adalah kehormatan yang tidak bisa dibeli dengan uang. Maka, begitu resmi menerima ID Card karyawan, Saya bertekad untuk mengawali karir dengan baik, dan ingin mengakhiri karir dengan baik pula.

Saya berupaya bekerja sebaik mungkin. Motivasi Saya adalah ingin bekerja dalam jangka waktu yang panjang. Saya juga ingin membuat sejarah sekaligus memberikan keteladanan di keluarga, bahwa nama Saya tidak pernah tertulis cacat dalam catatan sejarah. Dan motivasi terbesar Saya, adalah Saya ingin anak-anak Saya, merasa bangga memiliki ayah seperti Saya.

Saya meyakini, tekad dan motivasi Saya dalam bekerja, bisa membuahkan hasil yang sesuai, dengan apa yang Saya harapkan. Apa harapan Saya? Saya berharap, nama Saya bisa dikenang oleh keluarga, teman, dan relasi sebagai pribadi yang jujur, berintegritas, dan berdedikasi.

Mengajak istri dan anak hidup sederhana

Ada anggapan di masyarakat kita, menasehati dan memperbaiki diri sendiri saja tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi menasehati orang lain yang berbeda isi kepala, setuju? Saya sepakat dengan anggapan tersebut. Untuk itu, dalam memilih calon istri, Saya sejak dahulu selalu mempertimbangkan pola pikir, sikap, dan perilaku. Jika menurut Saya calon istri memiliki pola pikir yang tenang, sikap yang lembut, dan perilaku yang baik, maka akan mudah diajak berdiskusi dan "satu komando" dengan suami ketika sudah menikah.

Istri memiliki kontribusi terhadap sikap dan perilaku suami. Jika istri memiliki gaya hidup sederhana dan apa adanya, Saya meyakini suami bisa bekerja dengan tenang tanpa beban dari internal keluarga. Sebaliknya, jika istri memiliki gaya hidup mewah dan sosialita, sementara penghasilan suami adalah PNS dengan golongan awal - menengah, bisa menjadi beban bagi suami. Apalagi, jika istri berani menuntut ini itu, yang ternyata tuntutannya hanya kebutuhan sekunder (tidak terlalu urgen untuk dibeli) dan tersier (barang mewah).

Kepada istri, Saya terbuka memberitahu berapa nominal rupiah gaji beserta tunjangan ini itu dari perusahaan. Puji dan syukur, istri bisa menerima penghasilan Saya. Kepada istri, Saya menekankan untuk hidup apa adanya, gaya hidup sederhana, dan membuang jauh-jauh perasaan gengsi. Alhamdulillah, istri satu pandangan dengan Saya. Dan kepada istri juga, Saya mengungkapkan bahwa godaan untuk melakukan perbuatan tercela selalu ada. Beruntung, istri selalu merespon dengan menenangkan dan mengingatkan cita-cita Saya sejak awal, bukan memanas-manasi untuk mendapatkan kekayaan dengan cara instan.

Mengukur kemampuan

Tidak bisa dipungkiri, bahwa hasrat Saya untuk bisa unggul dalam hal ekonomi ketimbang teman-teman selalu ada. Apalagi, namanya "persaingan gengsi" sesama karyawan selalu ada. Dan dewasa ini, gadget keluaran terbaru adalah topik yang paling sering dibicarakan. Motivasi untuk memiliki gadget penunjang pekerjaan tentu saja ada. Tetapi, Saya kembali mengukur kemampuan.

Ketika Saya, tidak mampu membeli benda keinginan Saya, yang mendesak diperlukan untuk menunjang pekerjaan di kantor dengan mengandalkan gaji sisa belanja kebutuhan pokok, hal yang Saya lakukan adalah sabar sambil berusaha. Apa usaha Saya? Niat, berdo'a, berusaha, berdo'a lagi, dan menyerahkan keputusan direstui atau tidak, kepada Tuhan yang maha kuasa.

Apa do'a Saya? Beribadah. Apa usaha Saya? Bekerja dan bisnis sampingan. Pekerjaan sampingan Saya adalah content creator berupa artikel, video, animasi dan menghasilkan uang dari monetize karya-karya Saya. Bisnis sampingan Saya, adalah menjual makanan olahan, yang Saya jual kepada teman-teman dan relasi Saya.

Bersosialisasi : melihat kebawah, respon lingkungan,

Faktor yang mempengaruhi ketahanan Saya menahan diri dari perbuatan korupsi :

Pendidikan Agama : mengenal dunia tidak dibwa mati.

Pendidikan Moral (PPKn) : mengenal Pancasila, UUD, UU. Mengenal integritas, dedikasi, dan kontribusi.

Pendidikan Ekstrakurikuler : Mengajarkan kerja keras, keterampilan, dan kedisiplinan.

Pendidikan

0 Response to "Cegah Korupsi Hak Rakyat Kembali : Pengalaman Mencegah Korupsi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel